Memuat Konten...

Tema JFFF 2016 Kain Negeri Indonesia Barat (Video)


Para desainer papan atas Indonesia memamerkan karyanya dalam pembukaan parade mode di ajang Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF) 2016 di Ballroom Harris Hotel & Conventions, Kelapa Gading. Koleksi karya Chossy Latu, Didi Budiardjo, Ghea Panggabean, Hian Tjen, Itang Yunasz, dan Priyo Oktaviano bersatu dalam sebuah tema bertajuk ‘Kain Negeri Indonesia Barat'.

Penggagas ide untuk tema yang diusung, Didi Budiardjo mengatakan bahwa tema tersebut didasari oleh tujuan untuk memperkenalkan kain pelosok, serta meningkatkan ekonomi para pengrajin.

”Saya ingin memperkenalkan wastra Nusantara yang lain, yang belum dikenal untuk membantu pengrajin agar dibeli orang,” ungkap Didi Budiardjo ditemui saat konferensi pers ‘Kain Negeri Indonesia Barat’ pada Rabu (4/5) malam, di Media Center Harris Hotel & Conventions Kelapa Gading.

Didi Budiardjo

Koleksi Didi Budiardjo (https://www.youtube.com)

Pada delapan koleksi yang ia pamerkan, Didi memilih untuk mengaplikasikan kain tenun Gedog dari Tuban, Jawa Timur. Selain itu, untuk memberi kesan modern, Didi pun mengombinasikan kain tersebut dengan bahan denim dan tambahan metal untuk mempermanis koleksinya. “Karakternya ready-to-wear, saya ingin suasana kekinian tampil, lebih mudah, dan anak muda tertantang untuk memakai kain Nusantara dengan cara berbeda,” ujar Didi.

Itang Yunasz

Model membawakan busana rancangan Itang Yunasz (https://photo.sindonews.com)

Yusjirwan Yunasz, atau yang lebih dikenal dengan Itang Yunasz. Pada kesempatan ini, Itang Yunasz mengolah kain Tenun Troso asal Jepara dalam koleksi terbarunya yang diberi nama ‘aLLiance from West’.

Model membawakan busana rancangan Itang Yunasz (https://photo.sindonews.com)

“Tenun troso diproses dengan semprotan tinta pada kain langsung, tidak dijumput atau ikat ini yang kemudian diberi nama 'aLLiance' dan idenya juga datang dari mbak yu jamu,” kata Itang.

Hian Tjen

Karya Hian Tjen (https://photo.sindonews.com)

Pertama kali menggunakan kain nusantara dalam koleksinya, Hian Tjen, memilih mengemas busana dari kain tenun asal Baduy dengan penyesuaian tren masa kini. Menamakan koleksinya sebagai ‘Etnicology’. Hian Tjen bermain dengan bentuk potongan pendek dan ketat pada atasannya dipadukan dengan bawahan panjang bervolume.

Priyo Oktaviano

Priyo Oktaviano mengolah kain tradisonal asal Kediri, tenun ikat bandar kidul, yang dihadirkan dalam gaya kontemporer.

Sementara Priyo Oktaviano mengangkat tema kain "Lurik Arik" yang berasal dari daerah Jawa. Dia menghadirkan beberapa gaya mulai dari kemeja yang dipadukan dengan sarung, celana pipa lurus dengan blus asimetris, hingga oversize dress.

Model membawakan rancangan Priyo Oktaviano (https://photo.sindonews.com)

Tapi, ada yang baru bagi Priyo kali ini. Dia memilih kain asal kota kelahirannya, Kediri. Alasannya, karena banyak yang belum mengetahui bahwa Kediri pun punya kain tradisional yang bernama tenun ikat bandar kidul. Untuk motifnya, Priyo memilih tenun bercorak lurik. “Dengan konsep ready-to-wear, banyak menampilkan struktur garis kontemporer, dan menonjolkan perpaduan warna dan garis. Inspirasinya juga datang dari tarian asal Jawa Timur Jarangan atau kuda lumping,” ungkap Priyo.

Ghea Panggabean

Koleksi Ghea Panggabean di Pembukaan Fashion Festival JFFF 2016 pada rabu (4/5) di Ballroom Harris Hotell & Convention Kelapa Gading.

Adapun, sebagai satu-satunya desainer wanita yang ikut membuka pagelaran bertajuk Fashion Festival tersebut, Ghea Panggabean memilih mengangkat kain jumputan asal Palembang yang terinspirasi dari budaya Kuno Palembang dan gaya wanita bangsawan Kerajaan Sriwijaya.

Karya Ghea Panggabean (https://photo.sindonews.com)

“Kain jumputan atau disebut juga dengan ‘kain pelangi’ merupakan kain yang menjadi ciri khas saya. Untuk koleksi kali ini, kain jumputan Palembang saya translasikan ke dalam perpaduan gaya tradisional dan modern yaitu blus kebaya dan coat blouse dipadukan dengan sarung dan celana sarung lebar,” tutur Ghea.

Chossy Latu

Karya Chossy Latu (https://photo.sindonews.com)

Di sisi lain, kain khas Minangkabau mendorong Chossy Latu untuk mengangkat tema "Poise of Minangkabau". Melalui koleksinya kali ini, ia menyampaikan ingin memperlihatkan bahwa kain songket dari Padang pun bisa diolah menjadi busana kontemporer namun punya aura tradisional.



Sumber: CNN Indonesia
pasang iklan disini
pasang iklan disini
pasang iklan disini
pasang iklan disini
pasang iklan disini
Previous Post Next Post

Breaking Posts

Ads Area