Memuat Konten...

Kukusan, Tempat untuk Menanak Nasi

Kukusan kecil koleksi Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta

Kukusan adalah alat dapur yang sudah lama digunakan oleh masyarakat Jawa. Alat ini mudah rusak, sehingga sangat jarang ditemukan artefaknya. Untuk melacak keberadaan alat di masyarakat Jawa, salah satunya bisa dirunut di dalam kamus.

Kamus Jawa “Baoesastra Djawa” karangan WJS Poerwadarminta (1939), sudah mencatat alat ini. Pada halaman 233 kolom 1, disebutkan bahwa kukusan adalah alat yang dipakai untuk mengukus beras saat ditanak (terbuat dari anyaman bambu berbentuk kerucut).

Hingga saat ini masih banyak dijumpai kukusan, baik di rumah tangga maupun di warung penjual alat-alat dapur. Alat dapur itu juga ditemukan di daerah-daerah lain di luar masyarakat Jawa. Tentu namanya juga berbeda. Produksi alat dapur kukusan biasanya di desa sentra anyaman bambu, antara lain Desa Nitikan, Semanu, Gunungkidul; dan Desa Minggir, Kecamatan Minggir, Sleman. Keduanya berada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kukusan kecil koleksi Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta

Selain untuk menanak nasi, kukusan juga digunakan untuk menanak tiwul sekaligus untuk mencetak bentuk gunungan. Kebiasaan untuk membuat tiwul dengan menggunakan kukusan bisa dijumpai di daerah Gunungkidul. Kukusan juga sering digunakan untuk mencetak nasi tumpeng. Namun biasanya ukuran kukusan yang dipakai kecil.

Harga kukusan bervariasi, antara Rp 2.000 hingga Rp 10.000, tergantung pada ukurannya. Bahan untuk membuat kukusan adalah bambu apus, karena sifatnya lentur. Bambu jenis ori dan petung kurang cocok untuk membuat kukusan, karena terlalu tebal dan mudah patah. Bambu-bambu apus banyak tumbuh di daerah pedesaan atau di pinggir-pinggir sungai.

Pada perkembangannya, kadang-kadang kukusan digunakan untuk keperluan lain. Kita sering menjumpai mahasiswa baru yang mengikuti kegiatan Ospek atau orientasi kegiatan kampus, juga menggunakan kukusan sebagai salah satu atribut Ospek. Begitu pula ketika tujuh belasan, kukusan sering digunakan sebagai hiasan yang digantung di bambu ori yang terdapat di pinggir-pinggir jalan.

Kukusan kecil koleksi Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta

Alat dapur ini termasuk mudah rusak. Bagi masyarakat Jawa tradisional, kukusan yang belum rusak parah masih bisa disulam dengan anyaman bambu baru. Namun, jika lubangnya parah, kukusan bekas ini bisa digunakan untuk menutup gentong. Jika kerusakannya hampir menyeluruh ya lantas dibuang atau untuk bahan bakar.

Sumber: Tembi
pasang iklan disini
pasang iklan disini
pasang iklan disini
pasang iklan disini
pasang iklan disini
Previous Post Next Post

Breaking Posts

Ads Area